Gigi gingsul adalah gigi taring atas yang tumbuh tidak pada tempatnya, biasanya di sisi atas samping depan. Karena pertumbuhan lebih ke arah pipi, maka saat tersenyum sering terlihat menonjol di sudut mulut.
Gigi Gingsul termasuk salah satu kelainan pertumbuhan pada gigi-geligi. Penyebabnya antara lain kurangnya ruangan akibat gigi berjejal pada lengkung rahang, atau ukuran gigi-gigi yang besar menempati lengkung rahang yang kecil sehingga gigi berjejal.
Gigi gingsul, bertaring, ataupun tidak rata sempat dianggap mengganggu penampilan. Namun, seiring dengan perubahan pola pikir dan tren yang berkembang di masyarakat, gaya gigi gingsul ini justru kembali menjadi tren kecantikan yang mampu menciptakan senyuman manis bagi wanita. Bisa dibilang, ini sangat bertolak belakang dengan tren penggunaan kawat gigi untuk merapikan dan meratakan gigi yang tidak teratur.
Tren gigi gingsul yang lebih dikenal dengan istilah Yaeba atau ada yang menyebutnya pemanjangan taring, kembali dimunculkan masyarakat Jepang belakangan ini. Mereka berlomba-lomba mengubah tatanan gigi agar terlihat bertaring atau gingsul, lantaran ingin terlihat lebih manis dan menggemaskan saat tersenyum.
Lantas bagaimana Yaeba ini dibuat? Direktur RSGM Prof Soedomo, Dr drg Ahmad Syaify Sp Perio (K), menjelaskan, teknik Yaeba ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Namun, aplikasinya bukan di tujukan untuk kepentingan estetis dan penampilan semata.
“Memang, ke depannya nanti masalah gigi tidak melulu masalah kesehatannya, tapi juga keindahan dan kecantikannya. Tapi sebaiknya tetap dikerjakan ahli medis,” ujar Dr drg Ahmad Syaify.
Menurut drg Ahmad Syaify, Yaeba ini bisa di buat dengan dua macam cara/teknik yaitu :
- Teknik penambalan gigi, seperti halnya penambalan pada gigi yang patah atau berlubang.
- Teknik dengan memberikan semacam helm pembungkus gigi taring, agar ukuran gigi lebih besar atau lebih panjang. Tapi, lagi-lagi ia tidak menyarankan jika sekedar untuk kepentingan estetis.
Kedua teknik tersebut seharusnya dilakukan atas indikasi medis, berupa adanya ketidaksempurnaan bentuk gigi. Misalnya saja gigi pendek lantaran tidak tumbuh sempurna, patah, atau terlalu kecil.
Kalau untuk tujuan penyempurnaan tadi, drg Ahmad mengaku bisa merampungkan prosesnya dalam sekali kunjungan saja. Tidak perlu perawatan yang berbelit-belit. Namun, jika ditujukan untuk kepentingan estetis semata, RSGM Prof Soedomo belum bisa menyediakan fasilitas tersebut. “Sebab, kami hanya menangani perawatan berdasarkan indikasi medis,” ujarnya.
Idealnya, pembuatan Yaeba harus dilakukan oleh ahli medis (dokter) agar tidak menimbulkan efek samping berbahaya. Seperti diungkapkan drg Ahmad, perubahan ukuran gigi harus diperhitungkan dengan seksama agar tidak terjadi benturan antara gigi atas dan bawah (traumatic occlusion). Jika gigi atas terlalu panjang, kemungkinan akan terjadi benturan terus menerus antar gigi dan menyebabkan dampak fatal bagi kesehatan.
Efek pertama, pasien akan mengalami radang di sekujur akar gigi (Periodontitis). Jika benturan terus terjadi, lama kelamaan akan terbentuk abses yakni pembengkakan gusi yang berisi timbunan nanah. Kondisi tersebut sangat riskan memicu kegoyahan gigi bahkan hingga tanggal.
No comments:
Post a Comment