Labels

Showing posts with label PENYAKIT JIWA. Show all posts
Showing posts with label PENYAKIT JIWA. Show all posts

Saturday, July 30, 2016

“AKU” di dalam Penderitaan

mencari cara dan cari tahu



Oleh Reza A.A Wattimena
Kerap kali, kita merasakan emosi yang sangat kuat. Kebencian atau kesedihan menguasai batin. Bagi banyak orang, ini merupakan masalah besar. Akibatnya, mereka jadi ganas dan jahat pada orang lain, bahkan pada orang-orang terdekatnya.

Pikiran-pikiran mengerikan juga kerap datang tanpa diundang. Ketakutan dan kecemasan akan masa depan yang tak pasti menerkam jiwa. Penyesalan atas masa lalu yang menyesakkan dada sering datang berkunjung. Jika itu semua amat kuat dan terjadi dalam waktu lama, orang bisa sakit, entah sakit jiwa, kanker, jantung, darah tinggi maupun kelainan hormon.

Ini semua merupakan penderitaan hidup. Banyak orang yang tak tahan dengan itu semua, sehingga bunuh diri. Banyak pula yang menekan dan menyembunyikannya dalam-dalam. Tak heran, orang yang terlihat tenang lalu tiba-tiba bunuh diri, atau didatangi penyakit mengerikan.

Penyelidikan AKU

Ada jalan keluar sederhana yang berpijak pada kebijaksanaan Timur. Usianya sudah lebih dari 6000 tahun. Bentuknya adalah pertanyaan. Ketika emosi dan pikiran jelek (seperti kebencian, ketakutan, kecemasan dan kesedihan) datang menghantam, kita bertanya: SIAPA YANG MENGALAMI INI?

Jawaban spontan adalah SAYA, atau AKU. Nah, disinilah letak kunci jawabannya, yakni bertanya: SIAPA AKU? APAKAH ADA YANG DISEBUT AKU? Mari kita perdalam hal ini.

AKU adalah kata dan konsep yang menggambarkan sesuatu yang bersifat tetap, yakni diriku. Namaku Reza. Kata AKU menyiratkan paham, seolah Reza itu sesuatu yang tetap, walaupun usianya menua, rambutnya mulai putih, dan sebagainya. Nah, apakah pemahaman ini benar? Apakah Reza adalah sesuatu yang tetap?

Jawabannya jelas TIDAK. Segala sesuatu terus berubah saat demi saat di dalam hidup ini. Tidak ada SATU hal pun yang tetap. AKU dan SAYA pun terus berubah dari saat ke saat.

Maka, sebenarnya, keduanya tidak ada. AKU dan SAYA itu TIDAK ADA! Ketika kita menyebutnya, mereka segera berubah menjadi sesuatu yang lain. Aku yang kemarin bukanlah aku yang hari ini. Aku yang tadi pagi bukanlah aku yang siang ini.

Inilah hidup. Inilah kenyataan sebagaimana adanya. Tidak ada aku, dan tidak ada orang lain. Semua itu adalah konsep dan kata yang menipu kita, seolah ada hal yang tetap di dalam hidup ini.

Fakta Alamiah

AKU YANG TIDAK PERNAH ADA; Fakta alamiah ini didukung oleh kebijaksanaan Timur, baik Vedanta, Buddhisme maupun Taoisme. Ia juga didukung oleh beragam penelitian ilmiah terbaru di bidang neurosains. Konsep “AKU” adalah ilusi semata yang berguna untuk kepentingan praktis belaka, seperti pencatatan penduduk atau komunikasi sehari-hari. Ia bukanlah kenyataan.

Ketika pikiran dan emosi kuat melanda, kita lalu sadar, bahwa tidak ada AKU yang mengalami semua ini. Emosi lalu sekedar emosi. Pikiran, sejelek apapun, juga hanya sekedar pikiran. Tidak ada AKU di dalamnya.

Coba anda terapkan ini, ketika emosi dan pikiran datang melanda. Pengalaman saya, dan pengalaman jutaan orang lainnya, adalah: semua jadi terasa ringan. Emosi dan pikiran datang dan pergi begitu saja. Mereka cepat berlalu. Memaafkan dan move on menjadi semudah membalikkan telapak tangan.

Hidup kita pun jadi ringan dan jernih. Kita lalu bisa menjalankan semuanya dari saat ke saat dengan kebahagiaan dan kedamaian hati. Orang-orang sekitar kita terbantu dengan keberadaan kita. Penderitaan bisa datang berkunjung, namun ia bisa segera pergi, tanpa jejak.


Tidak percaya? Coba saja.

Trichotillomania, Kelainan Keinginan Berlebihan Mencabuti Bulu

mencari cara dan cari tahu

Trichotillomania, Kelainan Keinginan Berlebihan Mencabuti Bulu


Saat seseorang mengalami rasa cemas atau stress, ada kemungkinan orang tersebut untuk menyakiti diri sendiri untuk menghilangkan rasa stress tersebut. Sebagai contoh, ada orang yang menggigit kuku, atau bahkan menjambak rambut di kepala. Kebiasaan menjambak rambut di kepala bahkan bisa berlanjut dengan mencabuti rambut atau bulu-bulu yang ada di kulit. Gangguan mental ini disebut sebagai trichotillomania.

Penderita trichotillomania baisanya akan melakukan gejala-gejala layaknya menjambak atau menarik-narik rambut, khususnya jika rambut sudah cukup panjang. Kondisi ini bisa dilakukan saat penderitanya sedang mengalami kecemasan atau depresi. Selain itu, bulu-bulu halus layaknya di area alis, bulu mata, atau bahkan bulu pada tangan bisa saja dicabuti hingga habis. Yang unik adalah, penderita trichotillomania menikmati rasa sakit yang diakibatkan oleh jambakan atau pencabutan rambut dan bulu tersebut. Bahkan, saat menjambak atau mencabut rambut dan bulu, ada rasa antusias untuk melakukannya. Dalam beberapa kasus, rambut yang telah dicabut akan diusap-usap pada area wajah atau bibir dan bahkan bisa digigit atau dimakan.

Pakar kesehatan masih menduga-duga apa penyebab utama dari masalah trichotillomania mengingat penyakit ini bisa saja disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan, hingga masalah ketidakseimbangan hormon pada tubuh. Hanya saja, rasa stress, frustasi, hingga kecemasan kerap kali menjadi pemicu utama kebiasaan menjambak atau mencabuti rambut dan bulu sehingga akan timbul perasaan lega dan puas.


Yang menjadi masalah adalah, penderita trichotillomania bisa mengalami kebotakan yang tidak merata jika sering sekali mencabuti rambut yang ada di kepalanya. Kebotakan yang permanen tentu akan membuat rasa depresi dan cemas justru akan semakin menjadi. Jika anda mengalami masalah trichotillomania, cobalah untuk melawan keinginan menjambak atau mencabuti rambut dengan mengalihkannya ke bagian lain. Sebagai contoh, cobalah untuk menjewer telinga anda sendiri alih-alih menjambak rambut. Jika hal ini sulit dilakukan, cobalah untuk berkonsultasi ke dokter karena ternyata sudah ada obat untuk mengendalikan gejala dari trichotillomania meskipun memang hingga saat ini belum ada obat untuk mengobati penyakit mental ini.

Friday, July 29, 2016

HADAPI HARI ESOK

mencari cara dan cari tahu
Oleh: Dr. Muhammad Sarbini, M.H.I

Hari esok adalah hari yang berada di depan perjalanan hidup seseorang. Hari esok terkadang menjanjikan kebahagiaan dan harapan atau malah mengancam dengan ketakutan dan duka cita nestapa. Hari esok bagi seorang muslim bukan sekedar hidup masa depan di dunia, tetapi juga hidup masa depan di akhirat kelak.

Salah satu bisikan pada diri kita yang menakut-nakuti kita adalah bisikan-bisikan pada hati kita tentang ketakutan akan kefakiran dan kemiskinan. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman dalam al-Qur`an:

“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan (kikir); sedang Alloh menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Alloh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 268)

Pada diri kita akan muncul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini:

Bagaimana kehidupan saya di esok hari ?
Bagaimana bila setelah lulus aku tidak dapat kerja?
Bagaimana jika aku sakit, sedangkan aku tidak punya uang untuk berobat?
Bagaimana kalau nanti aku tua kemudian lemah dan tidak mampu bekerja.
Ketika muda, kita selalu dibayangi dengan kemiskinan di waktu dewasa. Ketika dewasa, kita terus dibayangi kesengsaraan di waktu tua. Dan ketika tua masih juga dirisaukan oleh pikiran bagaimana dengan nasib anak cucu  saya nanti ?

Saat sebelum bekerja, kita takut dengan nasib kita ke depan. Dan sesudah dapat kerja, kita pun terus was-was kalau-kalau kena PHK. Begitulah bermacam bentuk kecemasan dan kekhawatiran menghadapi masa depan terus menggelayuti pikiran kita.

Pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana nanti, seandainya begini atau begitu, jikalau nanti…? Sesungguhnya adalah pekerjaan setan agar kita menjadi resah, gelisah, sedih, takut dan cemas, yang pada gilirannya tujuan yang diinginkan setan adalah supaya hati kita terpaut pada dunia, bergantung pada materi dan ujungnya kita rela menghalalkan segala cara untuk menggapai apa saja yang kita inginkan.

Bukankah karena alasan takut lapar, saudara kita bersedia menghalalkan segala cara mulai dari membunuh hanya karena persoalan uang seratus rupiah sampai dengan berani memalsu kwitansi atau menerima komisi tak sah jutaan rupiah ? Bukankah karena rasa takut akan kehilangan jabatan, membuat sebagian saudara kita pergi ke “orang pintar” agar bertahan pada posisinya atau supaya meningkat ke “kursi yang lebih empuk”? Bukankah karena takut akan kehabisan harta, sebagian kita jadi enggan mengeluarkan zakat dan sedekah?

Mereka itu sebenarnya adalah korban pemiskinan yang dibuat oleh setan. Setan telah berhasil mengelabui mereka dengan menghunjamkan rasa takut dan khawatir di pikiran mereka, sehingga  mereka selalu merasa cemas dan takut dengan masa depan  yang hendak dilaluinya. Mereka takut miskin, takut sengsara dan takut hidup menderita.

Untuk itu Alloh ta’ala mengajarkan bahwa tataplah masa depan dengan tawakal. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 “.. dan bertakwalah kepada Alloh, dan hanya kepada Alloh sajalah orang-orang mu`min itu harus bertawakal”. (QS. Al-Maidah [5]: 11)

Dan di firman lainnya:

“… dan Barangsiapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Alloh telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu“. (Qs. At-Tholaq [65]:3)

Tawakal merupakan pekerjaan ruhani atau qolbu. Menurut al-Qur`an, perintah tawakal ditujukan kepada jiwa atau qolbu manusia.Segala perintah Alloh diorientasikan kepada jiwa dengan tujuan mendidik, dan memperbaiki kualitasnya. Jiwa yang semakin berkualitas akan menampilkan perilaku lahiriah yang semakin berkualitas pula. Tindakan lahir sangat bergantung pada kerja batin atau jiwanya.

Kata tawakal berasal dari tawakkala-yatawakkalu-tawakkulan, yakni tawakkul. Sebutan yang benar seharusnya tawakkul, bukannya tawakal. Akan tetapi, bangsa Indonesia tampaknya lebih familiar dengan kata tawakal. Tempat kita bertawakal yang diajarkan Islam adalah al-Wakil yaitu Alloh azza wa jalla. Tidak ada sesuatupun selain Dia yang pantas dijadikan tempat menyandarkan segala urusan, menyangkut segala aspek kehidupan manusia.

Sikap tawakal membuahkan keberuntungan duniawi dan ukhrowi, itu pasti. Seseorang yang dicintai Alloh, akan beruntung dunia dan akhirat. Oleh karena itu, jangan salah mempraktekkan tawakal. Rosululloh sholallohu alaihi wasallam memberi contoh praktek tawakal, laksana tawakalnya burung-burung yang berterbangan secara dinamis mencari rezekinya, ke tempat-tempat yang jauh dari tempat tidurnya.

Sebuah riwayat dari Umar bin Khothob rodhiallohu anhu menyebutkan secara marfu’,

“Sekiranya kalian bertawakal kepada Alloh dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan melimpahkan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung, yang pergi pada pagi hari dalam keadaan perut kosong dan kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi)

Jadi, orang yang berjiwa tawakal, bukan orang yang serba menunggu dengan pasif, tetapi berjiwa aktif dan dinamis, seperti aktif dan dinamisnya burung-burung dalam mencari rezeki. Burung-burung patut dijadikan contoh yang nyata, dalam hal bertawakal, utamanya dalam usaha mencari rezeki dari Alloh. Wallohu ta’ala a’lam…


JANGAN TERBURU BURU

mencari cara dan cari tahuRasulullah S.a.w. bersabda: “Gopoh-gapah itu dari amalan syaitan dan sifat tenang itu adalah dari Allah Taala” Riwayat Abu Ya’la dan Al-Baihaqi daripada Anas r.a.. Sanadnya hasan

Daripada Sahl Bin Sa’ad RA, Rasulullah S.a.w bersabda : “ Gopoh-gapah itu merupakan sifat syaitan.” Hadith Riwayat Tirmizi

Rasulullah S.a.w bersabda yang bermaksud : “ Sesungguhnya sesiapa yang memiliki dua sifat, nescaya dikasihi oleh ALLAH iaitu lemah lembut dan tenang.” Hadith Riwayat Muslim.

Sifat terburu-buru yang tidak elok ialah apabila ianya mengundang kesusahan dan keburukan kepada diri sendiri dan orang lain. Biasanya ia disebabkan oleh sifat tidak sabar, emosi, lekas marah, malas, tamak dan seumpamanya.

Firman Allah S.w.t yang bermaksud, “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.” Surah Al Anbiyaa’ : Ayat 37

Walaubagaimana pun, bersikap tenang tidak semestinya sehingga menjadi terlalu lambat dan lembab dalam membuat sesuatu. Tetapi kadar pertengahan itu adalah yang terbaik, sesuai dengan hadith nabi yang bermaksud , “Sebaik-baik perkara adalah pertengahannya”. Hadith Riwayat AlBaihaqi

Maka untuk mencari ukuran terbaik bagaimana sifat yang harus kita contohi, sudah tentulah ada pada diri Nabi Muhammad S.a.w. dan para sahabatnya. Firman Allah S.w.t yang bermaksud , “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu contoh teladan yang baik bagimu (Iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Surah Al Ahzaab : Ayat 21



JANGAN DENDAM

mencari cara dan cari tahu

Anda pernah disakiti seseorang dan sulit untuk memaafkannya? Jangan terlalu lama menyimpan rasa sakit hingga menimbulkan dendam. Menyimpan rasa dendam kepada seseorang tidak ada manfaatnya. Dendam kepada seseorang justru bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Sebaliknya, memberikan maaf akan membuat hati lega dan membuat energi positif dalam diri Anda.

"Kita semua memiliki orang-orang yang tidak kita suka, apakah berdampak buruk dengan menyimpan perasaan marah pada mereka?" ujar Psikolog, Seth Meyers. Menurut Meyers, ada beberapa alasan mengapa menyimpan rasa dendam itu tidak baik bagi kesehatan.

Membuat stres
Sebuah studi menunjukkan, menyimpan rasa dendam dan berpikir negatif, tidak bagi kesehatan mental. Menyimpan rasa dendam juga dapat meningkatkan rasa cemas hingga frustasi. Penelitian yang diterbitkan di Jurnal Psychological Science menemukan bahwa berpikiran negatif bisa memicu stres. Denyut jantung dan tekanan darah Anda akan lebih tinggi daripada mereka yang mau memberikan maaf.

Berdampak pada kesehatan fisik
Rasa dendam ternyata tak hanya berdampak buruk bagi pikiran, melainkan kesehatan fisik. Para peneliti dari Medical College of Georgia menemukan bahwa orang yang mengaku menyimpan rasa dendam selama bertahun-tahun berisiko terkena  penyakit jantung, tekanan darah tinggi, nyeri lambung, dan sakit kepala.

Coba untuk memaafkan
Ketika Anda memilih untuk bermusuhan kepada seseorang, coba tanyalah pada diri anda sendiri, apakah seseorang ini penting bagi kehidupan Anda. Bicarakan lah terus terang ketika Anda merasa terluka atau sakit hati. Jangan dipendam terlalu lama di hati. Ini bisa membantu Anda melupakan rasa sakit yang pernah ada. Anda juga bisa kembali fokus terhadap hal yang lebih penting di kehidupan Anda.


Memaafkan mungkin sulit untuk Anda. Coba lah untuk melupakan rasa sakitnya terlebih dahulu. Energi negatif dalam diri Anda akan hilang serta membuat sehat jiwa dan raga.

MASA LALU

mencari cara dan cari tahu

Punya masa lalu?, Saya yakin semua tentu memiliki masa lalu, baik itu masa lalu yang indah maupun masa lalu yang tidak mengeenakkan. Baik itu masa lalu yang akan selalu kita kenang maupun masa lalu yang tidak ingin kita ingat-ingat lagi.
Apakah itu masa lalunya berkaitan dengan,keluarga, saudara, sahabat, teman atau mungkin pacar. Dan bisa juga masa lalu itu berkaitan dengan benda seperti tempat, musik, film, kain, baju ,dan banyak lagi lainnya. Ada beragam perasaan yang muncul ketika mengingat masa lalu, bisa itu perasaan senang, perasaan sedih, perasaan sedih dalam bahagia, dan juga perasaan senang dalam kesedihan. Bingung? ya di renungkan saja sendiri.
Satu hal yang jadi fokus bahasan kita kali ini adalah tentang penyesalan. Susah move on atau gagal move on istilah anak muda sekarangnya. Kondisi dimana seseorang merasakan kesedihan, merasakan bersalah dan juga penyesalan yang mendalam ketika mengingat masa lalunya. Misalnya di masa lalu dia pernah berbuat kesalahan dengan seseorang yang mana itu berakibat terputusnya silaturahminya dengan orang tersebut atau mungkin juga dia dimasa lalu pernah gagal dalam mengerjakan sesuatu sebutlah ujian SNMPTN yang berakibat gagalnya ia masuk perguruan tinggi yang dicita-citakannya atau banyak contoh-contoh lainnya. Tergantung kondisi kita masing-masing.
Seandainya dulu tidak begini, seandainya dulu tidak begitu, seandainya dulu begini, seandainya dulu begitu. Akhirnya yang lahir dari penyesalan ini adalah pengandain-pengandaian yang itu membuat kita panjang angan-angan dan ujung-ujungnya juga bisa menyebabkan stress. Inilah hal yang justru harus kita hindari karena ini sangat berbahaya bagi pribadi sendiri.
Masa lalu biarlah berlalu, semua orang memiliki masa lalu, baik itu masa lalu yang baik ataupun masa lalu yang jelek. Masa lalu adalah bagian dari hidup kita, jika masa lalu itu baik maka jadikanlah ia pembelajaran, jadikanlah ia sebagai motivasi, jadikanlah ia sebagai inspirasi agar kita menjadi lebih baik lagi kedepannya. Jika sebaliknya masa lalu kita buruk atau jelek, maka jadikanlah ia sebagai pembelajaran juga, sebagai pedoman dimasa yang akan datang agar kita tak tergelincir lagi ke masalah yang sama.

Masa lalu biarlah berlalu, tak akan ada gunanya penyesalan, karena waktu tak bisa diputar mundur kebelakang, karena keadaan tak bisa dirubah. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah memaafkan diri sendiri dan juga mengikhlaskannya.InsyaAllah setiap masa lalu, setiap kenangan akan menjadi hikmah bagi kehidupan kita. So, segera move on, berubah, berbenah dan selalu menjadi pembelajar menuju arah kebaikan.

Jangan Berburuk Sangka

mencari cara dan cari tahu
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW pernah berpesan kepada umat Islam untuk menjauhi prasangka buruk, karena prasangka buruk termasuk sedusta-dusta perkataan.

Hadits Riwayat Muttafaq Alaih

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيث(متفق عليه)

Artinya: “Dari Abu Hurairah ia berkata telah bersabda Rasululloh.” Jauhkanlah dirikamu daripada sangka (jahat) karena sangka (jahat) itu sedusta-dusta omongan,(hati)”. (HR. Muttafaq Alaih)

Hadits Riwayat Bukhori

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيث ،وَلاَتَحَسَّسُوا وَلآتَجَسَّسُوْا وَلآتَحَاسَدُوا وَلآتَدَابَرُواوَلآتَبَاغَضُوا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا (رواه البخارى)

Artinya: “Jauhilah sifat berprasangka karena sifat berprasangka itu adalahsedusta-dusta pembicaraan. Dan janganlah kamu mencari kesalahan, memata-matai,janganlah kamu berdengki-dengkian, janganlah kamu belakang-membelakangi danjanganlah kamu benci-bencian. Dan hendaklah kamu semua wahai hamba-hamba Allahbersaudara.” (HR. Bukhori)

Penjelasan hadits diatasadalah sebagai berikut :
Buruk sangkadi dalam agama Islam disebut suuzan. Kebalikannya adalah Husnuzan artinya baiksangka. Buruk sangka hukumnya haram, karena akan merusak keharmonisan rumahtangga, keluarga, maupun keharmonisan kehidupan masyarakat.
Allah SWTmenyerukan kepada orang-orang yang beriman agar menjauhi prasangka, karenaprasangka itu termasuk dosa dan kesombongan.
Hadits tersebutmemberi peringatan dan pelajaran kepada kita semua banyak terjadi persengketaandalam bermasyarakat karena sikap buruk sangka. Kadang-kadang masalah kecil bisamenjadi besar sehingga timbul rasa dengki dan dendam yang berkepanjangan. Oleh sebabitu, setiap orang yang ingin mendapat ridha Allah hendaklah selalu berprasangkabaik (husnuzon).
Secara individual prasangka buruk dapat menyebabkan tumbuhnya sikap negatif, rasa curiga, dan ketidak-nyamanan dalam diri sendiri. Orang yang berprasangka buruk dan curiga terhadap orang lain setiap saat akan merasa tidak aman, merasa terancam oleh sesuatu yang sebenarnya hanya ada dalam angan-angan.

Dia merasa terancam oleh bahaya yang sebenarnya tidak ada. Disamping hilangnya kenyamaan dan keamanan, prasangka buruk akan menghancurkan rasa percaya kepada diri sendiri. Artinya secara individu prasangka buruk dapat menyebabkan hilangnya ketenteraman bathin, dan bila tidak segera diatasi dapat menyebabkan tumbuhnya kepribadian yang buruk pada seseorang.

Seorang suami yang berburuk sangka kepada istrinya akan selalu berusaha membuktikan prasangka buruknya dengan jalan mengawasi istrinya selama 24 jam dalam sehari. Istri yang selalu dicurigai akan merasa serba salah dan kehilangan kenyamanan hidupnya. Prasangka buruk yang berlebihan juga akan menyebabkan suami salah memberikan penilaian terhadap sikap dan tindakan istri. Kesalahan kecil bisa nampak besar, sehingga membahayakan keutuhan rumah tangga mereka. Begitu pula sebaliknya bila istri berprasangka buruk kepada suaminya.

Disamping itu secara sosial prasangka buruk akan menyebabkan ketidak-nyamanan dalam pergaulan, merenggangkan hubungan persahabatan, hilangnya rasa saling percaya, dan tumbuhnya rasa saling curiga. Padahal hilangnya rasa saling percaya dan berganti dengan saling curiga dapat berakibat hancurnya rasa kebersamaan.

Artinya solidaritas sosial yang dibangun atas dasar kebersamaan dalam kekeluargaan akan hancur bila individu-individu penyusunnya digerogoti oleh virus buruk sangka. Dalam mengatur ummat, mengatur masyarakat, atau mengatur negara seorang pemimpin memerlukan mandat dari ummat atau rakyat. Mandat itu diberikan atas dasar rasa saling percaya, bukan rasa saling curiga.

Seorang presiden sebagus apapun akhlaqnya dan sehebat apapun akalnya tidak akan bisa bekerja dengan maksimal bila selalu direcoki oleh prasangka buruk berbagai pihak. Oleh lawan politik atau kelompok destruktif prasangka buruk itu dimanfaatkan sebagai amunisi untuk menembaknya jatuh dari kekuasaan. Bahkan dua negara bertetangga bisa terlibat perang, bila hubungan antara pemimpin kedua negara tersebut dikotori oleh prasangka buruk.

Saudaraku, sesama umat Islam, sesama harakah Islam yang sama-sama ingin meninggikan kalimat Allah hendaknya kita meninggalkan prasangka buruk, karena prasangka buruk berpotensi meruntuhkan ukhuwah islamiyah yang menyebabkan hilangnya kekuatan.

Artinya prasangka buruk dapat menjadi sebab pudarnya ukhuwwah islamiyyah. Dan runtuhnya kekuatan umat Islam, bukan karena faktor dari luar, tetapi justru dari dalam umat islam sendiri. Kalau sudah demikian maka yang beruntung adalah musuh-musuh Islam.

Betapa besarnya potensi negatif prasangka buruk terhadap kehidupan manusia baik secara individual maupun sosial, maka wajar kalau Allah memerintahkan ummat Islam untuk menjauhi prasangka buruk.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Firman Allah, ” WAHai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. …”. [QS Al-Hujuraat : 12].


Tentu saja yang dimaksud sebagian prasangka yang bernilai dosa itu adalah prasangka buruk. Marilah kita tinggalkan prasangka buruk dan tumbuhkan prasangka baik untuk membangun kembali ukhuwwah islamiyah demi kejayaan Islam dengan pertolongan Allah.

Jangan tergantung pada orang lain

mencari cara dan cari tahu

Kita semua mungkin telah mengetahui bahwa kita semua memerlukan bantuan orang lain untuk meraih sebagian besar hal yang kita inginkan atau perlukan dalam kehidupan ? Saya pun telah dan semakin menyadari hal tersebut, tetapi kita juga harus waspada akan satu hal atau sisi buruk dari kebutuhan kita akan bantuan orang lain. Pengalaman yang pernah saya jalani mengingatkan dan menyadarkan saya bahwa kita memang memerlukan bantuan orang lain, tetapi jika kita tidak waspada, lama-kelamaan kita akan menjadi terlalu bergantung pada orang lain. Kita perlu waspada agar kebutuhan kita akan bantuan atau dukungan orang lain tidak menjadikan kita bergantung semata-mata kepada mereka. Sebab jika kita terlalu bergantung kepada orang lain untuk melakukan sesuatu, maka kemungkinan besar di lain kesempatan, kita akan menjadi takut atau kurang percaya diri untuk memperjuangkan atau meraih sesuatu sendirian.
Kita perlu waspada, sebab ketika telah menjadi terlalu bergantung kepada dukungan orang lain sebelum memutuskan melakukan sesuatu, maka kita secara tidak langsung telah mengijinkan hal tersebut menggerogoti rasa percaya diri kita. Sehingga pada akhirnya kita tidak akan pernah berani lagi ketika harus memperjuangkan sesuatu yang sebenarnya memang kita sadari harus kita perjuangkan. Kita akan menjadi pribadi yang ragu-ragu untuk bertindak mengejar atau mewujudkan segala sesuatu yang perlu kita kejar atau wujudkan, sebab kita mengharapkan adanya dukungan pendapat orang lain sebelum bertindak.

Saya dapat bercerita dengan gamblang mengenai hal ini, karena saya sendiri pernah mengalaminya. Sekitar dua tahun yang lalu, ketika saya terpilih menjadi pemimpin salah satu kepanitiaan kegiatan di kampus, saya telah menyadari beberapa waktu sebelumnya bahwa agar saya dapat mensukseskan kegiatan tersebut, maka saya butuh dukungan tim yang kuat dan solid. Hal ini bagus, namun di sisi lain, karena saya terlalu mengharapkan dukungan tim yang solid dan kuat, pada akhirnya saya menjadi terlalu terikat atau terlalu bergantung kepada tim saya. Pada akhirnya, saya sebagai pemimpin justru menjadi pemimpin yang tampak ragu-ragu serta kurang jelas dan tegas dalam mengambil setiap keputusan. Saya terlalu mengharapkan agar tim saya terlebih dahulu mendukung apa yang akan saya putuskan sebelum saya benar-benar menjadikan hal tersebut suatu keputusan. Saya terlalu ragu untuk bertindak atau memutuskan sesuatu, walaupun secara pribadi saya tahu secara pasti bahwa hal tersebut adalah hal atau keputusan yang benar. Saya telah menjadi terlalu bergantung kepada orang lain, sehingga kepercayaan serta keberanian saya mengambil sikap menjadi berkurang.

Namun, saya cukup beruntung selama beberapa bulan terakhir ini, saya akhirnya menyadari kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam diri saya tersebut. Saya akhirnya memutuskan untuk kembali belajar menjadi lebih berani dalam mengambil tindakan, lebih berani dalam membuat keputusan yang benar, lebih berani dalam mengambil sikap yang tepat, walaupun semua hal tersebut tidak mendapatkan dukungan orang lain. Selama tahu dan yakin dengan pasti bahwa segala tindakan, keputusan, maupun sikap yang akan saya ambil adalah benar serta tidak merugikan siapapun, saya akan belajar untuk berani mengambilnya walaupun harus sendirian. Saya belajar untuk tetap menyatu serta memperoleh bantuan orang lain, namun di sisi lain saya juga belajar untuk tidak tergantung kepada orang lain. Saya belajar untuk percaya kepada diri saya sendiri, kepada intuisi yang ada dalam diri saya. Bagaimana dengan kalian ?

Yang Menyebabkan Cemas Dan Resah

mencari cara dan cari tahu

Yang Menyebabkan Cemas Dan Resah


Pernah merasa tertekan dalam menghadapi suatu masalah? Bisa jadi kita mengalami stres. Stres merupakan salah satu bentuk gangguan psikologis yang kerap menghinggapi manusia, terutama di era modern ini. Semakin kompleksnya permasalahan hidup dan semakin bertambahnya populasi manusia telah meningkatkan peluang seseorang terkena stres.
Ketika kecemasan berlebihan akibat stres pikiran melanda, seseorang akan sulit berpikir jernih, terkadang berharap solusi ajaib dan instan yang bisa memecahkan persoalannya seketika. Tetapi tentu saja mekanisme keajaiban bukan selalu sesuatu yang bersifat magical seperti duit yang jatuh dari langit, atau persoalan tiba-tiba selesai tanpa sebab.
Seringkali solusi itu berupa ide atau peluang-peluang yang harus ditindaklanjuti. Tetapi dalam keadaan stres pikiran, ide atau peluang-peluang tersebut cenderung tak terlihat karena tertutup oleh emosi negatif yang mendominasi.
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk meminimalkan stres pikiran dan jika dijadikan kebiasaan rutin maka kita akan menjadi lebih kebal terhadap stres.

Tergantunglah pada diri sendiri dan bersikaplah mandiri. Jangan bergantung pada orang tua, jangan hanya mengandalkan bantuan teman-teman terdekatmu. Hanya Tuhan-lah satu-satunya zat dimana kamu dapat menggantungkan hidup. 



Berfikirlah positif, hal ini mungkin tidak menyelesaikan SEMUA masalah mu. Tapi kegiatan ini AKAN mengusir sifat pembenci dalam dirimu dan kemudian kamu dapat melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat.


Oleh karena itu hiduplah sebaik-baiknya. Hidup itu mudah teman, buatlah satu keputusan.. dan JANGAN PERNAH menyesalinya. Ambilah hikmah positif di setiap peristiwa yang sedang kamu jalani, jika kamu tidak menemukan hikmah positif itu, ubahlah sudut pandangmu terhadap kehidupan sampai kamu menemukannya. 



Resep ketenangan hati adalah jangan pernah menyimpan kebencian. Dendam itu bagaikan racun. Ia bisa menguasai hidupmu. Sebelum kamu menyadarinya, dendam itu bisa mengubahmu menjadi seorang yang jahat. Sebaiknya, jika kau merasa hari mu sungguh berat, maka percayalah bahwa di setiap kesulitan PASTI selalu ada ada kemudahan. 


Oleh karena itu MANAGE-lah waktumu.
Aset utama dan terpenting dalam kehidupan bukanlah uang, intan, permata ataupun berlian, tetapi adalah WAKTU. Ingatlah bahwa mesin waktu itu tidak pernah ada, kita tak akan bisa membeli waktu, memutar waktu, ataupun menghentikan waktu. Dan demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian yang sangat besar apabila mereka tidak dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.


Inilah kunci ketenangan hati dan jiwa. Ingatlah bahwa Tuhan menjanjikan masa depan, dan harapan kita tidak akan pernah lenyap. Bukankah cinta, hidup dan mati itu ada di tangan Tuhan? Ia telah menuliskan takdir manusia jauh saat sebelum kita di lahirkan. Ia tahu apa yg terbaik bagi kita, maka dari itu jangan pernah sesali apa yang terjadi meskipun terasa perih bagi kita. Pada akhirnya setiap manusia akan di ciptakan untuk saling berpasang pasangan, maka dari itu jangan pernah kuatir akan cinta mu. Segala sesuatu akan indah.. pada waktunya. Percayalah. Sudah banyak orang yang pernah mengalaminya. 



7. Ketuklah, maka pintu akan terbuka.
Ingatlah pada Nya, maka Ia akan mengingatmu. Berdoalah, maka keluh kesahmu akan didengarkan. 


SELESAI.

Tuesday, July 26, 2016

Trauma dan Jiwa Manusia

mencari cara dan cari tahu

Trauma dan Jiwa Manusia



Oleh Reza A.A Wattimena

Trauma psikologis adalah jenis kerusakan jiwa yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa traumatik. Ketika trauma yang mengarah pada gangguan stres pasca trauma, kerusakan mungkin melibatkan perubahan fisik di dalam otak dan kimia otak, yang mengubah respon seseorang terhadap stres masa depan.
Masa lalu itu penting. Kita dibentuk oleh masa lalu kita. Tentu saja, kita tetap punya kebebasan. Tetapi, kebebasan itu pun juga dibatasi oleh masa lalu kita.

Salah satu bagian masa lalu yang amat penting untuk disadari adalah tentang kehidupan orang tua kita. Sedari kecil, kita membangun hubungan dengan orang tua kita. Mereka, tentu saja, bukan manusia sempurna, tetapi memiliki segala bentuk kekurangan. Kekurangan itu pula yang membentuk kita sebagai manusia, sekaligus cara kita berpikir, merasa, dan melihat dunia, ketika kita dewasa, termasuk segala ketakutan dalam hidup kita.

Di dalam bukunya yang berjudul Trauma, Angst und Liebe: Unterwegs zu gesunder Eigenständigkeit. Wie Aufstellungen dabei helfen (2013), Franz Ruppert, Professor Psikologi sekaligus praktisi psikoloanalitik (Psychoanalytiker) di München, berpendapat, bahwa orang tua juga bisa mewarisi trauma yang mereka punya kepada anaknya. Jadi, orang tua tidak hanya mewariskan ciri fisik, tetapi juga ciri psikologis kepada anaknya. Ciri psikologis itu bisa berupa karakter diri, tetapi juga trauma.

Trauma lintas generasi

Trauma ditandai dengan kegelisahan batin. Orang tak bisa merasa tenang, karena ia hidup penuh dengan ketakutan. Ia takut dengan masa depan, dan berbagai ketidakpastian hidup lainnya. Ruppert mencoba memetakan trauma manusia, terutama dalam kaitannya dengan hubungan orang dengan orang tuanya.

Akar dari trauma adalah rusaknya hubungan antara manusia (die Störung menschlicher Beziehungen). Dampaknya adalah ketidakbahagian hidup. Orang sulit menjalankan tugas sehari-hari. Hidupnya terasa tanpa tujuan dan tanpa makna.

Akar dari perasaan-perasaan ini adalah hubungan dengan orang tua, terutama hubungan dengan ibu. Ibu yang memiliki trauma dalam dirinya akan menularkan trauma itu ke anaknya. Inilah yang disebut sebagai trauma antar generasi (mehrgenerationales Trauma). Trauma itu ditularkan melalui pola hubungan antara ibu dan anaknya.

Kemungkinan besar, si ibu juga mewarisi trauma dari orang tuanya, lalu ia meneruskannya ke anaknya di kemudian hari. Si anak, walaupun masih muda, sudah merasa depresi dan tidak memiliki tujuan hidup. Ia masih muda, tetapi sudah hidup layaknya orang yang mengalami begitu banyak kekerasan. Dari pola ini, kemudian berkembang beragam bentuk gangguan psikologis lainnya, mulai dari kecemasan, depresi bahkan sampai schizophrenia.

Namun, trauma ini bukanlah sesuatu yang mutlak. Manusia bisa menyadarinya, kemudian melampauinya. Yang diperlukan adalah pengetahuan mendalam tentang apa itu trauma. Pengetahuan yang setengah-setengah tidak akan membantu, malah justru akan memperbesar trauma itu sendiri.

Jiwa Manusia

Trauma terjadi pada jiwa manusia. Ia bukan hanya luka fisik, tetapi juga luka jiwa (psychische Störung) . Ketika badan sakit, ada banyak kemungkinan penyebab. Salah satu yang paling sering ditemukan, menurut Ruppert, adalah penyakit tubuh yang berakar pada trauma. Ini yang biasa disebut sebagai psikosomatik, yakni penyakit tubuh yang akarnya pada situasi jiwa.

Di dalam filsafat dan psikoanalisis, jiwa adalah bagian dari manusia yang memiliki fungsi-fungsi tertentu. Pertama, jiwa adalah pintu manusia menuju kenyataan (Zugang zur Wirklichkeit). Tanpa jiwa, tubuh tidak akan berarti apa-apa. Manusia tidak bisa terhubung dengan kenyataan di luar dirinya.

Peran kedua jiwa adalah melakukan seleksi terhadap segala bentuk pengetahuan yang masuk ke dalam kepala kita. Kenyataan itu amat rumit. Sebagai manusia, kita tidak bisa menerima semua informasi yang ada. Disinilah peran jiwa, yakni sebagai penyeleksi segala bentuk informasi yang masuk ke kepala kita, sehingga bisa diolah.

Jiwa juga bukan sesuatu yang statik. Ia kreatif dan fleksibel. Ia memungkinkan manusia melampaui masalah-masalahnya, dan juga melampaui penderitaan-penderitaannya. Ia membuat manusia tidak menjadi budak dari kenyataan.

Karena fleksibel dan kreatif, jiwa juga membantu manusia untuk menjaga kelestarian dirinya. Ia mendorong manusia untuk jatuh cinta dan berkembang biak. Pria dan wanita, menurut Ruppert, memiliki jenis jiwa yang berbeda. Namun, keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni mengembangkan dan menjaga keberlangsungan hidup manusia.

Jiwa memungkinkan manusia untuk memahami dunianya, berpikir, mengingat dan membentuk kesadaran dirinya. Jiwa menyeleksi sekaligus mengolah informasi yang kita tangkap dari dunia. Jiwa juga menuntun tindakan kita sehari-hari. Jiwa adalah elemen utama dalam diri manusia yang memungkinkan bagian-bagian biologisnya (organ tubuhnya) bergerak dan berkembang.

Trauma dan Jiwa

Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Ketika orang mengalami peristiwa yang traumatis, misalnya pengalaman kekerasan, maka hubungan antara tubuh dan jiwanya akan rusak. Ketika ini terjadi, orang akan mengalami rasa cemas, takut dan depresi yang membuatnya tak bisa merasakan kebahagiaan. Pengalaman kekerasan ini muncul sebagai akibat dari rusaknya hubungan dengan orang lain.

Banyak orang mengalami sakit berulang. Akarnya kerap bukan melulu fisik, tetapi juga aspek jiwanya. Maka, obat fisik tidak akan cukup. Trauma harus disadari, lalu coba untuk dilampaui.

Dalam arti ini, kesehatan manusia tidak pernah hanya merupakan kesehatan tubuh semata, tetapi juga kesehatan jiwa. Tepatnya, kesehatan adalah hubungan yang harmonis antara tubuh dan jiwa, karena orang bisa melampaui trauma-trauma yang ia alami. Trauma tidak bisa dihindari, karena hubungan dengan orang lain tidak bisa selalu baik. Namun, trauma bisa disadari dan kemudian dilampaui.

Jiwa dan Otak

Jiwa manusia bukanlah sesuatu yang mengambang secara metafisis, melainkan selalu terkait dengan sisi biologis manusia. Organ yang paling erat hubungannya dengan jiwa adalah otak. Berpijak pada pelbagai penelitian yang ada, Ruppert membagi tiga jenis otak manusia, atau tiga perkembangan otak manusia. Yang pertama adalah otak reptil, atau das Reptiliengehirn yang berfungsi secara dasariah untuk menjaga keberlangsungan diri manusia, misalnya dengan menyerang musuh untuk mempertahankan diri, dan sifat instingtif.

Bagian kedua adalah otak mamalia, atau das Säugetiergehirn. Fungsinya adalah untuk merasa dan mencintai. Bagian ini juga memungkinkan orang untuk merasakan keterkaitan dengan satu kelompok, atau keluarga. Bagian ketiga adalah die rechte Großhirnhälfte, atau bagian otak kanan. Bagian ini, menurut Ruppert, memungkinkan manusia melakukan analisis sebab akibat atas berbagai kejadian di dunia, juga merumuskan ide dan membentuk kesadaran akan jati dirinya (ich-Bewusstsein).
Jiwa manusia memiliki tiga keadaan dasar, yakni keadaan senang, penuh tekanan dan keadaan traumatik. Ketika orang merasa senang, dunia seolah terbuka untuknya. Dia siap untuk merengkuh beragam kemungkinan yang ada. Kecemasan jauh dari hidupnya.

Ketika orang merasa tertekan, dunianya seolah tertutup. Ia selalu terjaga dan cemas. Ia tidak bisa tenang. Ia selalu waspada, andaikan nasib buruk menimpanya.

Ketika orang merasa tertekan, ia menjalani hidupnya dengan berat. Ia butuh banyak sekali energi untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Tertekan adalah dampak langsung dari trauma yang terpendam. Di dalam keadaan ini, orang akan gampang lelah, walaupun hanya melakukan pekerjaan yang ringan.

Keadaan ketiga adalah keadaan trauma, yakni ketika orang mengalami peristiwa yang amat menyakitkan dirinya. Jejak peristiwa itu masih terasa, walaupun peristiwa itu sudah lama berlalu. Di dalam keadaan ini, orang akan melihat dunia secara gelap. Kenyataan menjadi begitu menyakitkan, walaupun ia hanya menjalani kegiatan sehari-hari yang biasa.

Ikatan dengan Ibu

Jiwa manusia berkembang dari sejak orang masih bayi. Faktor penting pertama dari perkembangan jiwa adalah hubungan dengan ibu. Anak yang baru lahir ke dunia melihat dirinya sama dengan ibunya. Ia merasa, bahwa seluruh dunia adalah ibunya sendiri. Ini terjadi secara tidak sadar.

Dari ikatan dengan ibu ini (die Bindungsbeziehung), emosi lalu mulai berkembang. Pengaruhi ibu amatlah besar pada anaknya. Secara pasif, anak menerima pengaruh tersebut. Namun, secara aktif dan kreatif, anak berusaha menggapi ibunya, guna memenuhi kebutuhan emosionalnya.

Dasar alamiah dari hubungan ibu dan anak adalah hubungan cinta (Bindungsliebe). Jika hubungan cinta ini ada, maka anak akan berkembang sebagai manusia yang sehat. Jika tidak, ia akan mengalami tekanan dan trauma dalam hidupnya. Keadaan jiwa yang tertekan di dalam diri anak, yang terbawa sampai dewasa, adalah dampak dari rusaknya hubungan dekat dengan ibu.

Ibu yang mengalami trauma biasanya juga bersikap tidak pas pada anaknya. Ini menganggu hubungan cinta, yang seharusnya terjadi di antara mereka. Trauma tersebut akhirnya menular ke anaknya. Ketika ini terjadi, dunia anak tersebut akhirnya runtuh.

Ayah juga berperan besar. Supaya anak memiliki kemandirian, ia juga harus memiliki jarak dengan ibunya. Ia butuh pengalihan, supaya ia tidak terlalu terpaku pada ibunya. Disinilah peran ayah, menurut Ruppert.

Kebutuhan Jiwa

Jiwa yang sehat akan menghasilkan kepribadian yang sehat, yang bahagia dan bebas. Hubungan dengan orang tua, terutama ibu, berperan amat besar dalam hal ini. Untuk bisa menjadi pribadi yang sehat, orang harus mendapatkan ini dari hubungannya dengan orang tua; perlindungan, kepastian, cinta, merasa menjadi bagian dari sesuatu, dan kemandirian. Semuanya berakar pada dua kebutuhan mendasar jiwa manusia, yakni kemandirian (Selbständigkeit) dan hubungan dengan orang lain (menschliche Beziehungen).

Jadi, perkembangan jiwa manusia tergantung pada tegangan antara kemandirian, dan hubungan dengan orang lain. Krisis jiwa manusia terjadi, jika kebutuhan ini tidak terpenuhi. Jika ditelaah lebih dalam, menurut Ruppert, kebutuhan akan hubungan dengan orang lain dapat dipetakan ke dalam unsur-unsur berikut: mendapatkan asupan gizi (dengan orang tua), merasa hangat, kontak fisik, dilihat, diperhatikan, dimengerti, didukung, menjadi bagian dan diterima sebagai manusia.

Ketika ini tidak didapatkan, orang lalu hidup dalam tekanan. Ketika ia menjalin hubungan dengan kekasihnya, ia berharap, kekasihnya akan memenuhi kebutuhan ini. Akan tetapi, hubungan dengan kekasih berbeda dengan hubungan antara ibu dan anak. Maka, kekecewaan berikutnya akan timbul, karena pasangan tidak bisa memenuhi kebutuhan jiwanya.

Kebutuhan akan kemandirian (Selbständigkeitsbedürfnisse), menurut Ruppert, dapat dipetakan sebagai berikut: persepsi mandiri, berpikir mandiri, merasa sendiri, menjadi mandiri, menemukan kedamaian dalam diri, membuat sesuatu sendiri, menjadi merdeka, merasa bebas dan membuat keputusan sendiri. Sekali lagi haruslah ditekankan, bahwa peran ibu amatlah besar di dalam memenuhi kebutuhan ini pada diri setiap orang di awal-awal masa hidupnya. Kegagalan memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini juga bisa menciptakan trauma sendiri bagi anak.

Trauma adalah bekas dari peristiwa yang mengancam jiwa. Trauma itu meninggalkan rasa sakit, dan orang harus terus menekannya, supaya orang bisa hidup. Ketika orang mengalami trauma, jiwanya terpecah. Dunia seolah menjadi gelap, dan energi habis, karena orang harus terus menekan trauma yang ia rasakan.

Bagian Jiwa Manusia

Pada titik yang parah, trauma membuat perasaan orang membeku. Ia tidak bisa lagi merasa apapun. Orang lalu lari ke dalam pikirannya, dan meninggalkan kenyataan yang ada. Ia menciptakan dunia sendiri di dalam kepalanya, dan bahkan identitas dirinya terpecah.

Ketika mengalami trauma, menurut Ruppert, jiwa manusia terpecah menjadi tiga. Bagian yang sehat tetap ada. Trauma tidak pernah total menghancurkan jiwa manusia. Lalu, ada bagian yang berisi ilusi yang diciptakan manusia untuk mempertahankan kesehatan jiwanya (Überleben), dan ada bagian yang berisi trauma itu sendiri.

Trauma pertama yang mungkin dialami anak adalah dalam hubungannya dengan ibunya. Seperti yang sudah ditulis sebelumnya, kerap kali ibu juga mengalami trauma yang belum terselesaikan. Ketika ibu yang trauma mengasuh anak, trauma tersebut akan mempengaruhi hubungannya dengan anaknya. Akhirnya, anaknya pun akan mengalami trauma juga yang disebut Ruppert sebagai trauma dalam hubungan (Bindungstrauma).

Ada tiga bentuk trauma yang mungkin dialami seorang ibu. Yang pertama adalah trauma kekerasan, mungkin dari masa kecil atau masa dewasanya. Yang kedua adalah trauma kehilangan, mungkin karena kehilangan anggota keluarga tercinta. Yang ketiga adalah krisis jati diri yang kerap muncul, ketika si ibu kehilangan pegangan nilai dalam hidupnya.

Di dalam trauma hubungan (Bindungstrauma), ada beberapa ciri yang bisa diperhatikan. Yang pertama adalah keterputusan emosional, yakni si ibu tidak mampu menjalin ikatan emosi dengan bayinya. Yang kedua adalah tidak adanya rasa hormat terhadap keberadaan anaknya. Si ibu mengabaikan anaknya, atau bahkan melakukan kekerasan langsung terhadap anaknya.

Yang ketiga adalah hubungan yang tidak ajeg. Suatu saat, ia bisa begitu baik pada anaknya. Namun, pada saat lain, ia bisa berubah total menjadi sosok yang penuh dengan kemarahan dan kebencian. Anak yang menjadi korban trauma di masa lalu, biasanya karena korban kekerasan, cenderung akan menjadi pelaku di masa datang.

Menuju Kebebasan dan Kemandirian

Anak yang sehat biasanya penuh dengan energi. Ia mampu mencari kebutuhannya sendiri, misalnya dengan meminta secara aktif kepada orang tua, atau berusaha mencari sendiri. Ia kreatif, terlihat bahagia, dan terbuka pada segala bentuk pengetahuan tentang dunia.

Sebaliknya, anak yang penuh dengan trauma dan tekanan, biasanya karena hubungan yang jelek dengan orang tuanya, kerap murung. Ia merasa tak dicintai. Ia merasa diabaikan, kesepian, takut dan memiliki kemarahan yang ditekan. Ketika ia dewasa, ia terus hidup dalam emosi negatif, dan seolah tak berdaya, serta tak mampu menemukan jalan keluar dari penderitaannya.

Untuk melawan trauma, biasanya orang membangun ilusi di dalam kepalanya. Hubungannya yang jelek dengan orang tuanya dilupakan, lalu ia bisa membangun gambaran baru yang sama sekali lain dari kenyataan yang ada. Ia menipu dirinya, supaya bisa tetap hidup. Ia bahkan bisa memuja ibunya yang di masa lalu kerap melakukan kekerasan terhadap dirinya.

Namun, ilusi semacam itu butuh amat banyak energi. Pada titik yang parah, orang tidak lagi mengenal dirinya sendiri. Ia merasa terasing dengan dirinya sendiri. Hidupnya seolah tanpa makna dan tujuan. Ini terjadi, karena ia mewarisi trauma dari orang tuanya. Dampaknya beragam, yakni kecemasan akut, depresi dan kecanduan pada narkotika.

Lalu, bagaimana cara kita melampaui trauma? Ruppert menegaskan, bahwa trauma tidak pernah mutlak. Bagian diri yang sehat selalu ada. Maka, terapi trauma (Traumatherapie) adalah upaya untuk memperkuat sekaligus memperbesar sisi sehat tersebut. Ketika sisi sehat menguat, maka sisi traumatis otomatis akan mengecil, walaupun tidak akan pernah hilang.


Ilusi yang kita bangun untuk bertahan hidup melawan trauma juga perlu dilampaui, kata Ruppert. Ilusi itu tidak membantu, karena hanya menghabiskan energi kita. Energi tersebut seharusnya diarahkan untuk mengembangkan sisi sehat yang masih ada. Jika sisi sehat dalam diri kita ini berkembang, maka kita akan merasakan kebebasan dan kemandirian dalam hati. Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya.

Jenis Gangguan Jiwa pada Manusia

mencari cara dan cari tahu
Jenis-Jenis Gangguan Jiwa pada Manusia

baca juga :trauma dan jiwa manusia

Setiap orang pasti tak ingin mengalami gangguan jiwa. Namun, keadaan terkadang tak mampu membuat orang terhindar dari kondisi gangguan kejiwaan.

Tingkat stres yang berlebihan karena suatu sebab yang sangat mengganggu fisik dan psikis merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan seseorang kemudian terkena gangguan jiwa.

Gangguan jiwa merupakan kondisi adanya gejala klinis berupa sindroma pola perilaku dan pola psikologik yang sangat berkaitan dengan adanya rasa tidak nyaman, rasa nyeri, dan tidak tenteram. Berikut ini merupakan beberapa macam gangguan jiwa pada manusia.

Gamomania
Gamomania atau obsesi untuk mengajukan pernikahan. Gangguan jiwa jenis ini memang cukup aneh (mungkin Anda juga belum pernah menjumpai atau mendengar gangguan jiwa jenis ini) dimana seseorang yang dikatakan mengalami Gamomania ini biasanya memiliki obsesi mengajukan atau mengajak menikah kepada orang-orang yang berbeda dalam waktu yang sama. Dalam banyak kasus, Gamomania ini dapat memicu terjadinya poligami.

Climomania
Orang yang mengalami Climomania ini akan cenderung memiliki keinginan untuk berlama-lama di atas kasur terlebih kalau sedang musim dingin. Penderita Climomania ini mempunyai keinginan atau obsesi untuk selalu ada di atas kasur dalam jangka waktu lama, bahkan bisa sampai seharian. Climomania berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti “obsesi tidur”. Apakah Anda termasuk ke dalam Climomania?

Onomatomania
Onomatomania tak kalah menggelikannya dibandingkan gangguan jiwa jenis lainnya. Pada penderita Onomatomania ini ia memiliki obsesi untuk mengulang kata-kata khusus karena dianggap menggangu pikirannya.

Enosimania
Enosimania ini mungkin dalam beberapa hal bisa positif karena akan menimbulkan sikap kehati-hatian, perfect, dan lainnya. Namun kalau berlebihan maka akan membuat diri menjadi tidak nyaman.

Enosimania ialah keadaan dimana seseorang takut melakukan kesalahan besar, takut mendapatkan kritikan, dan lain-lain. Gejala yang biasanya terjadi pada orang yang mengalami Enosimania meliputi detak jantung yang tidak menentu, timbul rasa muak, berkeringat, napas menjadi pendek dan cepat.

Demonomania
Demonomania ini sangat erat kaitannya dengan eksistensi makhluk atau alam gaib. Orang yang menderita gangguan kejiwaan jenis ini selalu memiliki perasaan ketakutan yang berlebihan, bahkan ketakutan dirasuki oleh roh jahat dari alam gaib ke dalam tubuhnya. Orang yang mengalami Demonomania ini akan semakin parah setelah ia melihat film-film horor, membaca buku horor atau mendengarakan cerita horor.

Aboulomania
Coba diingat-ingat apakah Anda termasuk orang yang selalu mengalami kesulitan ketika hendak mengambil keputusan terkait suatu hal? Kalau iya, kemungkinan Anda mengidap Aboulomania yang merupakan kondisi dimana seseorang selalu merasa kesulitan ketika hendak mengambil suatu keputusan, bahkan untuk hal yang sederhana sekalipun.

Ablutomania
Ablutomania mungkin bisa disebut positif dalam konteks untuk menjaga kebersihan tubuh dari terkontaminasi oleh kuman. Namun akan mengganggu kalau ketakutan terhadap kotor atau kuman datang dalam skala per detik yang berdampak pada keinginan untuk membersihkan tubuh, minimal tangan secara intens, bahkan keseringan. Ablutomania merupakan kondisi untuk selalu membersihkan tubuh.

Maniak kategori ini juga cukup aneh dan menggelikan. Trichotillomania merupakan kelainan gerakan refleks dalam bentuk penyiksaan diri seperti menarik atau menjambak rambut, bulu mata, alis, dan lainnya.

Beberapa gangguan jiwa di atas berpotensi untuk dialami oleh siapapun baik dalam konteks gangguan jiwa ringan, sedang atau berat. Berhati-hatilah dan segera periksakan diri kepada dokter spesialis kejiwaan untuk mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat sehingga gangguan jiwa yang dialami Anda atau orang-orang terdekat bisa segera disembuhkan

Allah ta’ala mengilhamkan pada jiwa manusia karakteristik berupa kemampuan untuk mengetahui kebaikan dan keburukan, serta kesiapan untuk melaksanakan keduanya, sebagaimana firman-Nya dalam surat asy syams ayat 7-8 dan  surat al insaan ayat 3,
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“Dan demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Kami ilhamkan kepadanya jalan kefasikan dan takwa.”
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
“Sungguh telah Kami tunjukkan jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur”

Menurut al Fairuz Abadi[1] jiwa manusia itu memiliki sifat-sifat sebagai berikut; jiwa itu memiliki kecenderungan kepada sesuatu yang diinginkannya, menghendaki sesuatu yang disukainya, kecintaannya terhadap sesuatu itu akan dapat menjadikan sesuatu itu keutamaan dalam hidupnya dan jika ia menikmati sesuatu yang disukainya itu lambat laun kesenangannya itu akan menguasai isi hatinya.

Sehingga jiwa manusia ini akan selalu tunduk dan patuh kepada Allah serta menyenangi kebaikan hingga kebaikan itu akan menguasai segenap isi hatinya jika mendapat bimbingan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Begitu pula sebaliknya bila ia dibiarkan tanpa pengendalian maka ia akan mengendalikan manusia mengikuti gejolak jiwa yang rendah yang mengajak kepada kemaksiatan hingga kemaksiatan itu pada puncaknya akan menguasai pula hatinya.

Secara garis besar dari berbagai ayat yang terdapat di al Qur’an dapat disimpulkan bahwa kondisi jiwa manusia terdiri dari tiga jenis, yaitu jiwa yang mengajak berbuat buruk (nafsu ammarah bi suu’), jiwa yang menyesali diri (nafsu lawwamah) dan jiwa yang tenang (nafsu muthmainnah).

Jiwa yang Mengajak Berbuat Keburukan

Al Jurzani[2] memaknai jiwa semacam ini sebagai berikut,
هي التي تميل إلى الطبيعة البدنية، وتأمر باللذات والشهوات الحسية، وتجذب القلب إلى الجهة السفلية، فهي مأوى الشرور، ومنبع الأخلاق الذميمة
Sesuatu yang cenderung kepada pembawaan tubuh, mengajak menikmati kelezatan dan selera inderawi serta menarik hati kearah kenistaan. Itulah tempat bagi berbagai kejahatan dan mata air segala perilaku tercela.

Allah ta’ala berfirman dalam surat Yusuf ayat 53,
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku tidak mampu membebaskan jiwaku (dari kesalahan), sungguh jiwa itu menyuruh berbuat keburukan, kecuali jiwa yang dirahmati Tuhanku, sungguh Tuhanku Mahapengampun dan Mahapengasih.

Jiwa yang mengajak berbuat keburukan ini juga dijelaskan oleh Ibnu Katsir[3] dalam tafsirnya tentang perkataan istri al Aziiz yang menggoda nabi Yusuf as, “وَلَسْتُ أُبَرِّئُ نَفْسِي، فَإِنَّ النَّفْسَ تَتَحَدَّثُ وَتَتَمَنَّى؛ وَلِهَذَا رَاوَدَتْهُ لِأَنَّهَا أَمَارَةٌ بِالسُّوءِ”, Aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, sebab hawa nafsu diriku selalu membisikkan godaan dan angan-angan kepadaku. Karena itulah aku menggoda Yusuf dikarenakan jiwaku yang mengajak berbuat keburukan.

Jiwa yang memerintahkan perbuatan buruk ini adalah jiwa yang menipu akal dan menghilangkan rasa malu manusia, ia menjadikan sesuatu yang buruk menjadi indah dan baik. Sifat jiwa yang demikian akhirnya menjadi kesempatan bagi Iblis untuk membisikkan kejahatan, menyesatkan, menggelincirkan dan menjerumuskan manusia kepada kemaksiatan.

Ibnul Qayyim al Jauziyyah[4] menjelaskan bisikan setan ini pada jiwa yang lemah sebagai berikut, “وَأما النَّفس الأمارة فَجعل الشَّيْطَان قرينها وصاحبها الَّذِي يَليهَا فَهُوَ يعدها ويمنيها ويقذف فِيهَا الْبَاطِل ويأمرها بالسوء” adapun jiwa yang memerintahkan berbuat keburukan, maka syetan akan menjadi pendamping dan sahabatnya yang memberi janji-janji, angan-angan kosong kemudian menyusupkan kebatilah pada hati manusia serta memerintahkan berbuat keburukan.

Manusia yang tertipu adalah mereka yang berjalan dibelakang kehendak jiwanya (nafsunya) tanpa pengendalian akal dan syari’at serta tidak memperhitungkan dampak perbuatannya.  Menjadikan hawa nafsunya sebagai panglima adalah kesesatan. Allah ta’ala berfirman dalam surat al Qashash ayat 50,
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.”

Jiwa yang mengajak pada keburukan ini harus diperangi dengan sungguh-sungguh agar terbebas dari belenggu keindahan kenikmatan maksiat yang bersifat fana dan menipu. Mengajari dan melatih jiwa untuk memikul beban dan kesulitan seperti merutinkan shalat malam, puasa sunnah, shadaqah dan sebagainya.

Dari ‘Abdullah bin Umar, Rasulullah saw bersabda,
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
“Tiadalah (sempurna) keimanan seorang Mukmin sehingga menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa”[5]

Jiwa yang Menyesali Diri

Jiwa yang menyesali diri adalah jiwa yang senantiasa mengingatkan pemiliknya dari perbuatan maksiat dan mengajak pemiliknya segera bertaubat ketika bermaksiat. Jiwa semacam ini dapat meningkat hingga mengembalikannya kepada kondisi fitrahnya yang bersih.

Allah ta’ala berfirman dalam surat al qiyamah ayat 2,
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
“Aku bersumpah dengan jiwa yang menyesali (dirinya sendiri)”

Ibnu Katsir[6] mengungkapkan perkataan al Hasan dalam tafsirnya tentang jiwa orang beriman, “إِنَّ الْمُؤْمِنَ -وَاللَّهِ-مَا نَرَاهُ إِلَّا يَلُومُ نَفْسَهُ: مَا أَرَدْتُ بِكَلِمَتِي؟ مَا أَرَدْتُ بِأَكْلَتِي؟ مَا أَرَدْتُ بِحَدِيثِ نَفْسِي؟ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَمْضِي قُدُما مَا يُعَاتِبُ نَفْسَهُ” Sesungguhnya orang beriman itu, demi Allah  menurut penilaian kami amat sangat menyesali dirinya sendiri dan mencelanya, Apa tujuanku dengan perkataanku, apa tujuanku dengan makananku, apa tujuanku dengan bisikan jiwaku. Sedangkan para perdurhaka itu melaju terus dalam kedurhakaannya tanpa pernah menyesali diri.

Al Qurthubi[7] mengutip perkataan Mujahid dalam tafsirnya tentang jiwa yang menyesali diri, “هِيَ الَّتِي تَلُومُ عَلَى مَا فَاتَ وَتَنْدَمُ، فَتَلُومُ نَفْسَهَا عَلَى الشَّرِّ لِمَ فَعَلَتْهُ، وَعَلَى الْخَيْرِ لِمَ لَا تَسْتَكْثِرُ مِنْهُ” ia adalah jiwa yang mengecam segala sesuatu yang lepas terlewat dan menyesalinya, ia mengecam dirinya atas keburukan yang dilakukannya, ia mengecam dirinya pula ketika berbuat kebaikan dengan perasaan kurang sempurna dan kurang optimal.

Al Jurzani[8] berkata “هي التي تنورت بنور القلب قدر ما تنبهت به عن سنة الغفلة، كلما صدرت عنها سيئة، بحكم جبلتها الظلمانية، أخذت تلوم نفسها وتتوب عنها”Jiwa ini bersinar dengan cahaya hati, yang menyadarkan dari kelalaian. Setiap kali ia mengerjakan keburukan dan terjerumus dalam kegelapan, ia akan menyesali diri dan bertaubat atasnya.

Jiwa yang menyesali diri adalah kondisi jiwa pada level berikutnya, setidaknya inilah kondisi jiwa yang harus dimiliki oleh orang beriman, manakala ia lalai maka jiwanya mengingatkan atas kelalaiannya.

Setiap mukmin wajib mewaspadai ketika jiwanya merasa nyaman akan kemaksiatan, tidak tergerak jiwanya untuk membenci kemungkaran, sementara membenci kemungkaran dengan hati adalah selemah-lemah iman.

Jiwa yang Tenang

Ini adalah tingkatan jiwa yang tertinggi, jiwa yang tenang dengan keta’atan kepada Allah, tenang dengan janji-janji Allah. Merasakan nikmat dalam beribadah kepada Allah. Allah memenuhi segenap jiwanya, Allah selalu ada dalam segala aktivitasnya. Jika Allah memberinya kenikmatan maka ia bersyukur dan bertambah keta’atannya. Jika Allah mengujinya dengan musibah maka ia bersabar dan bertambah kedekatannya kepada Allah, dan ia kembalikan segala urusannya kepada Allah.

Jiwa semacam ini tak mengenal kecewa dalam kebaikan, tak mengenal gentar dalam ujian. Ia memahami betul hakikat kehidupan, dunia itu fana dan sementara, akhiratlah tujuan utama. Jiwa ini tenang karena surga adalah terminal akhir yang akan diraihnnya. Allah ta’ala berfirman dalam surat al Fajr ayat 27-30,
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
 “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”

Al Jurzani[9] menjelaskan bahwa jiwa yang tenang adalah “هي التي تم تنورها بنور القلب حتى انخلعت عن صفاتها الذميمة، وتخلقت بالأخلاق الحميدة” jiwa yang sempurna cahayanya dengan cahaya hati hingga terlepas dari sifat-sifat buruk, dan terbingkai deng akhlaq yang terpuji.

Keberhasilan yang besar dari tazkiyatun nafs adalah jiwa yang tenang, tenang dalam beribadah, tenang dalam perjuangan dan pengorbanannya, tenang karena Allah menjadi poros segala amalnya, hati, ucapan dan tindakan.

Allah ta’ala berfirman dalam surat ar ra’du ayat 28
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hatinya menjadi tenteram dengan mengingat Allah, Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenang.”

Hasbunallah wa ni’mal wakil

[1] Lihat al Fairuuz Abadi : Bashairu Dzawi at Tamyiz fi Lathaif al Kitab al Aziz, Qahirah : Lajnah Ihya at Turats al ‘Araby, 1412 H, Jilid 5, hlm 359.
[2] Asy Syariif Al Jurzani: Kitab at Ta’rifat, Beirut: Daar al Kutub al ‘Ilmiyyah, 1403 H, hlm 243.
[3] Ibnu Katsir: Tafsir al Qur’an al Adzhim, Daar Thayyibah li nushr wa at tauzi’, 1420 H, Jilid 4, hlm 394.
[4] Ibnul Qayyim al Jauziyah : Ar Ruuh fil kalami ala arwah al amwati wal ahyai bid dalaili min al kitab wa sunnah , Beirut: Daar al Kutub al ‘Ilmiyyah, tt, hlm 227.
[5] Ibnu Abi Ashim : Kitab as Sunah wa Ma’ahu Dzilal al Jannah fi Takhrij as Sunnah. Al Maktab al Islamy, Jilid 1, hlm 12. Menurut Muhammad Nashirudin al Albani hadits ini dhaif.
[6] Tafsir al Qur’an al Adzhim, jilid 8, hlm 275.
[7] Syamsuddin al Qurthubi: al Jami’ li Ahkam al Qur’an. Qahirah: Daar al Kutub al Mishriyah, 1384 H, Jilid 19, hlm 193.
[8] At Ta’rifat, hlm 243.

[9] idem.

Featured Post

senyuman adalah awal dari kasih sayang, maka tersenyumlah!

Senyum Awal Dari Kasih Sayang Sejatinya senyum adalah jendela hati. Dari senyuman kita bisa mengetahui suasana dan isi hati seseorang. ...

Wikipedia

Search results